“Sasa kalah, Sasa kalah! Duh yang kalah mukanya cemberut aja!”ejek Arka pada Sasa. “Arka udah deh, pokoknya liat aja aku akan bales.”gretak Sasa pada Arka.
“Oke, siapa takut! Besok sore kita main basket lagi disini.”
“Pasti aku yang menang!”sahut Sasa mantap. “Sa, aku pulang dulu yah, bye! Ehhh… jangan lupa besok!”pamit Arka.
Sasa, Arsha Riswanda, adalah seorang anak yang masih duduk di bangku SMP kelas tiga. Sasa adalah anak yang mandiri, karena sejak umur delapan tahun dia sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya karena mengalami insiden kecelakaan. Sejak kejadian itu, Sasa pun tinggal bersama tantenya. Dan Arka atau yang lebih lengkap Arkadita Utama, adalah seorang yang pintar dan perhatian. Ia adalah sahabat Sasa sejak kecil. Mereka berdua memang sering bermain basket. Itulah hal yang sering mereka lakukan. Sebenarnya selain Arka, Sasa masih punya sahabat lain, namanya Lidya. Lidya Raytama adalah anak yang feminim dan manja. Dia anak rumahan yang tinggal di perumahan elite. Sebenarnya Lidya ingin sekali bergaul seperti anak seusianya, tetapi ayahnya selalu melarangnya. Memang, tubuh Lidya lemah dan acapkali sering sakit-sakitan. Hal itulah yang menyebabkan ia tidak boleh keluar dari rumah.
@@@
“Teng….teng…..teng…..!”
“Sasa, hari ini kita pulang bareng kan?”tanya Lidya. “Aduh Ya, maaf, hari ini aku ada janji mau latihan basket bareng Arka, sorry yah!”
“Ya…udah, gak papa deh! Loh Sa, itu Arka.”telunjuk Lidya langsung mengarah ke Arka. “Aku pulang dulu yah, mobilku sudah datng tuh. Dahhhh….!”Lidya pun pergi, seperti biasa Lidya dijemput oleh mobil mewahnya.
“Sa, yuk kita pergi!”ajak Arka. “Loh tumben kamu jemput aku dulu, biasanya kamu langsung tunggu aku di lapangan?”. “Hmmmm.. ya gak papa, memang kenapa kalau kita pergi berdua?”jawab Arka dengan gelagat yang agak aneh. “Ya… gak papa sih, ya udah pergi yuk keburu sore nih!”. Arka pun langsung memegang tangan Sasa, yang tidak biasanya ia lakukan. Akhirnya Sasa pergi dengan seribu pertanyaan di benaknya. Kenapa hari ini gelagat Arka aneh dan lain sekali, ada apa dengan Arka?
@@@
Tetapi Sasa terkaget ketika mereka telah sampai di lapangan, dimana mereka biasa berlatih. Lapangan itu seketika berubah menjadi sebuah ruangan yang sangat romantis dihiasi dengan kerlap-kerlip cahaya lilin dan rangkaian bunga beraneka warna. Dengan dituntun Arka, Sasa pun duduk di sebuah kursi yang sengaja dipersiapkan oleh Arka. Di saat rasa kaget Sasa belum selesai, Arka kembali mengejutkannya dengan sentuhan musik klasik yang sangat disukai Sasa. “Sa, kamu gak papa kan?”. Sasa tak menanggapi omongan Arka. “Ini semua aku persiapkan untukmu, Sa. Sudah lama aku mau ngomongin ini, tapi aku belum berani. Inilah saatnya, Sa. I love u, Sa. Aku sayang kamu.”jelas Arka. Sasa tidak menyangka kalau Arka memendam perasaan kepadanya. Dari mata Arka terlihat ia sangat tulus mengatakan itu. “Ka, kamu gak salah, milih aku? Bukannya aku mau nolak kamu, tapi kita masih kecil dan belum saatnya, maafin aku yah?”jawab Sasa dengan hati-hati karena tidak ingin menyinggung perasaan Arka.
“Sa, aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku terhadap kamu, kamu mau terima atau tidak itu jawabanmu Sa. Aku gak marah kok. Lagian kita kan masih bisa bersahabat.” “ Makasih ya Ka, kamu sudah mau ngertiin aku.”jawab Sasa lega. Sebenarnya Sasa juga menyimpan perasaan terhadap Arka. Namun, ia belum siap dalam hal itu. Arka menerima semua keputusan Sasa, tetapi wajahnya yang kecewa tidak dapat disembunyikan. “Maafkan aku Arka, aku tidak bisa memberimu lebih.”ucap Sasa dalam hati.
======================= === 5 Tahun Kemudian ========================
Walaupun Sasa pernah menolak cinta Arka, tetapi mereka tetap dekat. Sasa, Arka, dan Lidya tetap menjadi sahabat yang utuh. Mereka pun masuk ke universitas yang sama. Sasa tumbuh menjadi cewek yang tomboy dan tetap mandiri seperti dulu. Sedangkan Arka tumbuh menjadi cowok yang yang cerdas dan sangat perhatian. Setiap semester Arka selalu mendapatkan beasiswa untuk pendidikannya. Lain Sasa, lain Arka, berbeda juga dengan Lidya. Lidya tumbuh menjadi wanita yang cantik, lembut, dan ceria. Ia juga baru dinobatkan sebagai putri kampus.
Tapi semua kebahagiaan itu seakan sirna ketika Lidya difonis mengidap penyakit kanker hati kronis yang membuat hidupnya tidak akan lama lagi. Arka dan Sasa seketika terpukul karena harus menelan pil pahit. Dalam waktu yang singkat mereka akan kehilangan sahabat baiknya sedari kecil. Namun, Lidya mencoba tegar dengan semua itu. Ia tetap melewati hari-harinya dengan ceria. Arka pun merasa simpati terhadap Lidya. Rasa simpati itu akhirnya berubah menjadi rasa sayang. Akhir-akhir ini Arka sibuk menemani Lidya di rumah sakit untuk menjalani kemotherapi. Hal itu membuat kedekatannya terhadap Sasa menjadi renggang. Sasa pun menyadari hal itu.
@@@
Akhirnya Arka memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya kepada Lidya. Lidya pun memberikan respon yang baik kepada Arka. Tanpa disadari kejadian itu ikut disaksikan oleh Sasa. Betapa terpukulnya hati Sasa melihat kejadian itu. Ia tidak dapat menahan air matanya yang sedari tadi ingin menetes. Ternyata keinginannya agar kejadian lima tahun yang lalu dapat terulang, Hanyalah angan-angan yang takkan bisa terwujud, karena orang yang dicintainya telah dimiliki oleh orang lain, dan itu adalah sahabatnya sendiri.
Pada saat yang sama Arka langsung mencari Sasa untuk menceritakan apa yang baru saja terjadi antara dirinya dengan Lidya. Namun, ia mendapati Sasa sedang menangis di taman kampus. Sontak hati Arka bertanya-tanya, apa yang terjadi pada Sasa. “ Loh Sa, kamu nangis? Cerita Sa, kenapa?”tanya Arka penasaran. Tanpa melihat dan menjawab pertanyaan Arka, Sasa langsung pergi meninggalkan Arka. Ketika Arka masih dibingungkan dengan sifat Sasa, tiba-tiba Ryan, ketua PMR kampus berteriak “Tolong bantu, Lidya pingsan. Bantu bawa ke rumah sakit!”. Ketika mendengar Ryan, Arka langsung menuju ke tempat Lidya dibawa. Di waktu yang sama, dengan emosi yang tidak terkontrol Sasa membawa motor matic-nya melaju dengan kecepatan tidak terkendali. Tanpa disadari, dari arah yang berlawanan sebuah bus “KOPAJA” juga melaju, dan akhirnya kecelakaan tidak dapat dihindari. Tubuh Sasa terseret bermeter-meter oleh bus. Sasa masih mampu bertahan, dan langsung dilarikan ke rumah sakit, yang tanpa sengaja adalah rumah sakit dimana Lidya dirawat.
@@@
Kesehatan Lidya terus menurun, dan ia harus cepat mendapatkan donor hati, karena itulah satu-satunya cara agar ia dapat bertahan hidup. Sedangkan Sasa dalam kondisi kritis dan harus menjalani operasi karena luka parah yang dideritanya. Tidak hanya itu, kedua tangan Sasa juga harus diamputasi.
@@@
Hasil operasi Sasa berakhir dengan berita buruk, operasi gagal karena fisik Sasa yang tidak kuat. Akhirnya Arka harus ikhlas kehilangan sahabat kecilnya. Sasa pergi untuk selama-lamanya.
Hari itu langit terasa gelap. Berat untuk melepas seorang sahabat yang sangat ia disayangi. “Tante,… saya turut merasa kehilangan atas kepergian Sasa.”
“Terima kasih Arka, kamu memang sahabat yang baik, kamu menyempatkan untuk hadir di acara pemakaman Sasa. Bukannya hari ini Lidya menjalani cangkok?” “Ia, tante, di rumah sakit, Lidya ditemani ayahnya. Saya ingin menemani Sasa di saat terakhirnya tante, dia sahabat saya yang paling baik. Saya dan Lidya tidak akan pernah lupa akan kebersamaan yang sudah bertahun-tahun kami jalani.” Arka mulai menitihkan air mata. “Oh, iya. Sebelum Sasa pergi, dia menitipkan surat ini buat kamu.”
Arka langsung mengambil surat itu, dan membacanya…..
“Arka aku menulis surat ini sambil mengenang masa-masa kecil kita. Bermain basket bersama, dan bercanda-tawa, sampai kamu menyatakan perasaan itu kepadaku. Kerlap-kerlip lilin dan warna-warni bunga menjadi saksi cinta kita, dengan diiringi sentuhan musik klasik kau nyatakan cinta itu. Dari kecil sampai sekarang aku masih mencintaimu. Tetapi, kau lebih memilih Lidya. Aku tak tahu harus sedih atau senang saat itu. Apakah aku harus sedih di atas kebahagiaan orang lain? Ataukah aku harus senang di atas penderitaanku sendiri? Mungkin saat kamu membaca surat ini aku sudah berada di tempat terakhirku. Mungkin juga, hari ini adalah hari dimana Lidya menjalani cangkok hatinya. Aku harap kamu selalu menjaga Lidya dan jangan pernah tangisi kepergianku. Karena, aku selalu bersama kalian. Tuhan memang bijak yah? Dia tau dimana saatnya ia mengambil ciptaannya. Untuk apa juga aku hidup? Itu hanya akan menambah beban orang lain. Aku tidak akan bisa bermain basket bersamamu, tidak akan bisa melakukan sesuatu untukmu. Aku cacat Ka, cacat! Dengan kedua tangan buntung yang tidak ada gunanya lagi untuk hidup. Tapi, tenang aku selalu bersamamu lewat raga Lidya. Di dalam raga Lidya ada hatiku. Ya, aku memutuskan untuk mendonorkan hatiku untuk Lidya, agar orang yang kamu cintai bisa tetap hidup. Dengan hatiku di tubuh Lidya, aku akan selalu bersamamu. Dan inilah caraku mencintaimiu.”
Last Regard
Arsha Riswanda
(Sasa)
THE END